KLONING
Kloning dalam biologi adalah proses
menghasilkan individu-individu dari jenis yang sama (populasi) yang identik
secara genetik. Kloning merupakan proses reproduksi
aseksual yang biasa terjadi di alam dan dialami oleh banyak bakteria, serangga, atau tumbuhan. Dalam bioteknologi, kloning merujuk pada berbagai
usaha-usaha yang dilakukan manusia untuk menghasilkan
salinan berkas DNA atau gen,
sel, atau organisme. Arti lain kloning digunakan pula di
luar ilmu-ilmu hayati.
Kata ini diturunkan dari kata clone atau clon,
dalam bahasa Inggris,
yang juga dibentuk dari kata bahasa Yunani, κλῶνος ("klonos")
yang berarti "cabang" atau "ranting", merujuk pada
penggunaan pertama dalam bidang hortikultura sebagai bahan tanam dalam perbanyakan vegetatifKloning pada manusia
Manusia kloning pertama di dunia bernama Eve,
bayi perempuan itu kini berusia 5 tahun. Sehat dan kini mulai menginjak
pendidikan Taman Kanak Kanak di pinggiran kota
Bahama.
Era manusia super mungkin bakal segera terwujud.
Dunia tidak akan kekurangan stok manusia-manusia super genius sekelas Albert
Einsten atau atlet handal sekelas Carl Lewis atauaktris sensual Jennifer Lopez.
Manusia-manusia super itu bakalan tetap lestari di muka bumi. 100% sama persis,
yang beda hanya generasinya.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya
di bidang kedokteran telah menghilangkan ketidakniscayaan itu. Melalui
teknologi kloning, siapapun bisa diduplikasi.
Klaim Clonaid, perusahaan Bioteknologi di Bahama,
yang sukses menghasilkan manusia kloning pertama di dunia dengan lahirnya Eve,
26 Desember 2002 lalu makin mendekatkan pada impian tersebut. Walaupun ini
masih sebuah awal.
Clonaid adalah sebuah perusahaan yang didirikan
sekte keagamaan Raelians tahun 1997. Mereka mempercayai kehidupan di bumi
diciptakan mahluk angkasa luar melalui rekayasa genetika.
Eve merupakan bayi pertama yang lahir dari 10
implantasi yang dilakukan Clonaid tahun 2002. Dari 10 implan, lima gagal. Empat bayi kloning lainnya akan
dilahirkan tahun ini, bahkan bayi kloning kedua akan lahir minggu ini.
Clonaid berencana mengimplantasi 20 klon manusia
Januari ini. Pada saat bersamaan, para ahli independen akan diundang untuk
melihat prosesnya sehingga bisa menyaksikan bagaimana contoh kloning,
pertumbuhan embryo dan implantansinya.
Soal kekhawatiran banyak pihak tentang
ketidaksempurnaan hasil kloning pada binatang yang dijadikan model pada kloning
manusia, Broisselier menandaskan, kedua prosedur itu tidak bisa dibandingkan.
Masalah yang timbul pada kloning binatang merupakan hasil dari prosedur khusus
yang digunakan ilmuwan untuk mereproduksi binatang. Jadi bukan pada proses
kloningnya.
“Kami orang-orang serius dan bertanggungjawab
karena ini berhubungan dengan masalah kemanusiaan. Kami memberikan hak dan
pilihan pada orang tua untuk memilih anak-anak sesuai gen mereka. Jika dalam
proses kloning, peneliti Clonaid mendeteksi adanya abnormalitas, janin akan
digugurkan,” katanya.
Kelahiran Eve merupakan sebuah kejutan.
Sebelumnya para ilmuwan bersiap menerima kelahiran bayi kloning pertama ‘karya’
dokter ahli kesuburan Italia, Dr. Severino Antinori, awal Januari 2003.
Dua Lagi Wanita HamilMenurut Antinori saat ini ada dua wanita lain yang juga sedang mengandung bayi hasil kloning, dengan usia kandungan 27 dan 28 minggu. Namun ia menolak bertanggungjawab atas proses pengklonan terhadap kedua wanita tersebut, walaupun ia bertindak sebagai penasehat.
Antinori adalah ahli kesuburan yang piawai. Ia
telah mendeklarasikan keberhasilannya mengklon babi dan primata dan berhasil
menerobos prosedur fertilitas konvensional dengan membuat seorang wanita hamil
pada usia 62 tahun pada 1994.
Kebanyakan ilmuwan setuju, reproduksi manusia
dengan cara kloning memang memungkinkan. Namun mereka menekankan, eksperimen
seperti itu tidak bisa dipertanggungjawabkan karena tingginya resiko kematian
dan gangguan pasca kelahiran.
“Upaya mengkloning manusia adalah tindakan tidak
bertanggungjawab dan menjijikkan serta mengabaikan banyaknya bukti ilmiah dari
7 spesies mamalia yang sejauh ini sudah dikloning,” kata Rudolf Jaenisch, ahli
kloning dari Massachusetts Institute of Technology.
Ilmuwan Roslin’s Institute, Ian Wilmut yang
berperan dalam kelahiran Dolly menegaskan, kloning pada manusia amat
mengejutkan karena jumlah kegagalan yang tinggi dan kematian pada bayi yang
baru lahir.
Kloning pada binatang menunjukkan adanya
kelemahan. Dolly, mamalia pertama yang berhasil dikloning terbukti menderita
arthritis pada usianya yang masih muda.
Kloning pada binatang menunjukkan adanya
kelemahan. Dolly, mamalia pertama yang berhasil dikloning terbukti menderita
arthritis pada usianya yang masih muda.
Domba betina ini dikloning dengan teknik kloning
transfer inti sel somatik (sel tubuh). DNA Dolly berasal dari sel tunggal yang
diambil dari sel telur induknya yang kemudian difusikan dengan sel ‘mammary’
(sel kelenjar susu). Sel yang telah bergabung berkembang menjadi embryo yang
kemudian ditanamkan pada biri-biri pengganti.
Perlu 227 Percobaan
Walau dikatakan berhasil, prosedur kloning ini tidaklah sempurna. Diperlukan 227 percobaan sebelum akhirnya tercipta Dolly. Kloning pada manusia lebih rumit dengan resiko yang besar dan sangat potensial terjadi kesalahan. Para ilmuwan khawatir, penggunaan teknik ini pada manusia akan ‘memunculkan’ malformasi.
National Bioethics Advisory Commission
mengemukakan, penggunaan binatang guna memahami proses-proses biologi seperti dalam
kasus Dolly, memberikan harapan besar bagi kemajuan dunia medis di masa depan.
Namun tidak ada pembenaran untuk riset dengan tujuan menghasilkan anak manusia
melalui teknik ini.
Para ilmuwan
juga amat risau dengan risiko medik dan ketidakpastian yang berhubungan dengan
kloning manusia. Salah satu kekhawatirannya adalah jika seorang bayi di klon,
maka kromosomnya akan cocok dengan usia donor. Misalnya seorang anak hasil
kloning yang berusia 5 tahun akan tampak seperti berumur 10 karena mendapat
kromosom dari donor berusia 5 tahun , dengan disertai risiko penyakit jantung
dan kanker.
Risiko buruk juga mengintai para wanita yang
memutuskan mengandung bayi kloning. Menurut ahli perkembangan embryo pada
mamalia, Prof Richard Gardner, para wanita tersebut beresiko terkena satu jenis
kanker yang tidak biasa dan unik pada manusia, yang menyerang rahim, yaitu
choriocarcinoma.
Mengacu pada berbagai risiko ini banyak negara
melarang dilakukannya riset-riset kloning pada manusia. Presiden AS
kala itu Bill Clinton mengeluarkan rekomendasi moratorium atau penghentian
riset kloning manusia selama 5 tahun. Hampir semua agama juga melarang
teknologi kloning pada manusia.
Namun selain memiliki sisi gelap, penelitian
kloning pada manusia sebenarnya memberikan harapan bagi masa depan dunia
kedokteran. Teknik kloning memungkinkan dokter mengidentifikasi penyebab
keguguran spontan, memberikan pemahaman pertumbuhan cepat sel kanker,
penggunaan sel stem untuk meregenerasi jaringan syaraf, kemajuan dalam
penelitian masalah penuaan, genetika dan pengobatan.
Pro dan Kontra
Bertolak dari manfaat dan mudlaratnya teknologi kloning ini, agamawan, ahli politik, ahli hukum dan pakar kemasyarakatan perlu segera merumuskan mengenai aturan pemakaian teknologi kloning. Sebab ditangan ilmuwan ‘hitam’, kloning bisa menjadi malapetaka.
Seorang anggota kelompok Raelian, Brigitte
Boisselier mengatakan, bukti ilmiah akan diajukan segera, jika saya tidak
mengajukan bukti ilmiah, pasti Anda mengatakan saya telah mengarang cerita.
Jadi satu-satunya cara adalah kami akang mengundang seorang pakar independen ke
tempat orang tua bayi itu. Di sana
ia bisa mengambil contoh sel dari bayi dan ibunya, untuk kemudian
membandingkannya. Jadi, Anda akan mendapatkan bukti.
Raelian sejauh ini dikenal sebagai sekte agama yang percaya bahwa kehidupan
di luar angkasa telah menciptakan kehidupan di bumi. Kelompok yang mendapat
pengakuan resmi pemerintah negara bagian Quebec,
Kanada, sebagai gerakan agama di tahun 1990-an ini mengklaim memiliki 55 ribu
anggota di berbagai penjuru dunia, termsuk Amerika. Kelompok ini memilki sebuah
taman yang terbuka untuk umum bernama UFOland, dekat Montreal.Memperbaiki Keturunan
Kloning terhadap manusia (Eve) merupakan sebuah keberhasilan para ilmuwan Barat dalam memanfaatkan sains yang akhirnya mampu membuat sebuah kemajuan pesat – yang telah melampaui seluruh ramalan manusia. Betapa tidak, cara ini dianggap sebagai jalan untuk memperbaiki kualitas keturunan: lebih cerdas, kuat, rupawan, ataupun untuk memperbanyak keturunan tanpa membutuhkan proses perkembangbiakan konvensional.
Revolusi kloning manusia ini semakin memantapkan
dominasi sains Barat terhadap kehidupan manusia, termasuk kaum Muslim.
Apalagi, efek berikutnya dari perkembangan
revolusi ini yaitu penggunaan dan pemanfaatannya akan selalu didasarkan pada
ideologi tertentu. Bagi kaum Muslim sendiri, meskipun eksperimen ilmiah dan
sains itu bersifat universal, dalam aspek penggunaannya harus terlebih dulu
disesuaikan dengan pandangan hidup kaum Muslim.
Persoalan yang pertama adalah terkait dengan
kontroversi adanya “intervensi penciptaan” yang dilakukan manusia terhadap
“tugas penciptaan” yang semestinya dilakukan oleh Allah SWT. Dan persoalan yang
kedua adalah bagaimana posisi syariat menghadapi kontroversi pengkloningan ini.
Apakah syariat mengharamkan atau justru sebaliknya menghalalkan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar